Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)
Tuesday, June 11, 2013
0
comments
ANGGARAN DASAR (AD) dan
ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART)
LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA (LDII)
MOTTO
ö@è% ¾ÍnÉ»yd þÍ?Î6y (#þqãã÷r& n<Î) «!$# 4
4n?tã >ouÅÁt/ O$tRr& Ç`tBur ÓÍ_yèt6¨?$# (
z`»ysö6ßur «!$# !$tBur O$tRr& z`ÏB úüÏ.Îô³ßJø9$# ÇÊÉÑÈ
Artinya:
Katakanlah Muhammad, inilah jalanku [agamaku], aku mengajak manusia ke jalan Allah atas dasar pengertian [hujjah yang nyata], aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha Suci Allah dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang musyrik. [Q.S. Yusuf, ayat: 108]
Katakanlah Muhammad, inilah jalanku [agamaku], aku mengajak manusia ke jalan Allah atas dasar pengertian [hujjah yang nyata], aku dan orang-orang yang mengikutiku. Maha Suci Allah dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang musyrik. [Q.S. Yusuf, ayat: 108]
äí÷$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# (
Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4
¨bÎ) y7/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y (
uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ
Artinya:
Ajaklah [Manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. [Q.S. AnNahl, ayat: 125]
Ajaklah [Manusia] kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. [Q.S. AnNahl, ayat: 125]
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan [umat] yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. [QS. Ali Imron, ayat: 104]
Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan [umat] yang mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. [QS. Ali Imron, ayat: 104]
ö@è% ÉQöqs)»t (#qè=yJôã$# 4n?tã öNà6ÏGtR%s3tB ÎoTÎ) ×@ÏB$tã (
t$öq|¡sù cqßJn=÷ès? `tB Ücqä3s? ¼çms9 èpt7É)»tã Í#¤$!$# 3
¼çm¯RÎ) w ßxÎ=øÿã cqßJÎ=»©à9$# ÇÊÌÎÈ
Artinya:
Katakanlah wahai Muhammad kaumku beramallah di atas jalan dan keadaan yang ada pada kamu sekalian [semaksimal kemampuan], sesungguhnya aku adalah orang yang beramal, maka kamu akan mengetahui orang yang baginya mendapat akibat baik di negeri akhirat [surga], sesungguhnya tidak beruntung orang-orang yang menganiaya. [QS Al An’am, ayat: 135]
Katakanlah wahai Muhammad kaumku beramallah di atas jalan dan keadaan yang ada pada kamu sekalian [semaksimal kemampuan], sesungguhnya aku adalah orang yang beramal, maka kamu akan mengetahui orang yang baginya mendapat akibat baik di negeri akhirat [surga], sesungguhnya tidak beruntung orang-orang yang menganiaya. [QS Al An’am, ayat: 135]
ö@è% $oYtRq_!$ysè?r& Îû «!$# uqèdur $uZ/u öNà6/uur !$oYs9ur $oYè=»yJôãr& öNä3s9ur öNä3è=»yJôãr& ß`øtwUur ¼çms9 tbqÝÁÎ=øèC ÇÊÌÒÈ
Artinya:
Katakanlah wahai Muhammad apakah kalian membantah kepadaku di dalam urusan Allah, sedangkan Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian, bagi kami amalan kami dan bagi kamu sekalian adalah amalan kalian dan kami kepada Allah adalah orang-orang yang mukhlis. [QS Al Baqoroh, ayat: 139]
Katakanlah wahai Muhammad apakah kalian membantah kepadaku di dalam urusan Allah, sedangkan Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu sekalian, bagi kami amalan kami dan bagi kamu sekalian adalah amalan kalian dan kami kepada Allah adalah orang-orang yang mukhlis. [QS Al Baqoroh, ayat: 139]
MUKADIMAH
Sebagai kelanjutan
perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, serta
sebagai pelaksanaan dan pengamalan Pancasila dalam mencapai cita-cita bangsa
Indonesia sesuai Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni untuk melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial, maka Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan ini memandang partisipasi
dan kemitraan dari segenap lapisan masyarakat Indonesia adalah suatu
keniscayaan.
Sadar akan keniscayaan demikian, Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur, sebagai kelanjutan organisasi Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia berdasarkan Ketetapan Musyawarah Besar (MUBES) IV tanggal 19 November 1990 yang didirikan dengan Akta Protokoler Notariat Mudijomo, S.H., sebagaimana telah diubah dengan Akta Notaris Mudijomo, S.H. tanggal 3 Januari 1972, Akta Perubahan Untung Darnosoewirjo, S.H. tanggal 3 Januari 1972, dan terakhir kali diubah dengan Akta Notaris Gunawan Wibisono, S.H. tanggal 27 September 2007, dengan ini menegaskan bahwa tercapainya cita-cita bangsa Indonesia tersebut hanya dapat terwujud dan berkelanjutan manakala seluruh komponen bangsa dan seluruh potensi yang ada, termasuk umat Islam, sepenuhnya bersama-sama membangun dan mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial, baik material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa kelahiran dan peran serta Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dilandasi oleh semangat melaksanakan ajaran agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan AlHadits melalui pelaksanaan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh sebagai bukti kedudukan insani terhadap Al-Khaliq untuk beribadah semata-mata kepada-Nya, menjalankan tugas sebagai hamba Allah untuk memakmurkan bumi secara profesional berbasis religius, sinergitas dan komplementaritas, berperan aktif dalam mewujudkan kehidupan yang welas asih dan berkeadilan, serta membangun komunitas masyarakat madani (civil society) yang kompetitif (fastabiq al-khair), sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas peradaban, kehidupan, harkat dan martabat manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka dalam pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut tidak boleh lepas dari fungsi dan peran Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai suatu majelis dan atau badan (learning organization) yang mengolah khasanah keagamaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar kesadaran tersebut dan guna menghimpun segala potensi bangsa dalam meningkatkan kualitas hidup, sumberdaya manusia, dan peran serta masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa, Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut:
Sadar akan keniscayaan demikian, Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur, sebagai kelanjutan organisasi Lembaga Karyawan Dakwah Islam Indonesia berdasarkan Ketetapan Musyawarah Besar (MUBES) IV tanggal 19 November 1990 yang didirikan dengan Akta Protokoler Notariat Mudijomo, S.H., sebagaimana telah diubah dengan Akta Notaris Mudijomo, S.H. tanggal 3 Januari 1972, Akta Perubahan Untung Darnosoewirjo, S.H. tanggal 3 Januari 1972, dan terakhir kali diubah dengan Akta Notaris Gunawan Wibisono, S.H. tanggal 27 September 2007, dengan ini menegaskan bahwa tercapainya cita-cita bangsa Indonesia tersebut hanya dapat terwujud dan berkelanjutan manakala seluruh komponen bangsa dan seluruh potensi yang ada, termasuk umat Islam, sepenuhnya bersama-sama membangun dan mewujudkan masyarakat madani yang demokratis dan berkeadilan sosial, baik material maupun spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Bahwa kelahiran dan peran serta Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dilandasi oleh semangat melaksanakan ajaran agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan AlHadits melalui pelaksanaan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh sebagai bukti kedudukan insani terhadap Al-Khaliq untuk beribadah semata-mata kepada-Nya, menjalankan tugas sebagai hamba Allah untuk memakmurkan bumi secara profesional berbasis religius, sinergitas dan komplementaritas, berperan aktif dalam mewujudkan kehidupan yang welas asih dan berkeadilan, serta membangun komunitas masyarakat madani (civil society) yang kompetitif (fastabiq al-khair), sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kualitas peradaban, kehidupan, harkat dan martabat manusia dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka dalam pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut tidak boleh lepas dari fungsi dan peran Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai suatu majelis dan atau badan (learning organization) yang mengolah khasanah keagamaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Atas dasar kesadaran tersebut dan guna menghimpun segala potensi bangsa dalam meningkatkan kualitas hidup, sumberdaya manusia, dan peran serta masyarakat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa, Lembaga Dakwah Islam Indonesia dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut:
ANGGARAN DASAR LEMBAGA DAKWAH ISLAM
INDONESIA (LDII)
BAB
I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
Dalam Anggaran Dasar
ini yang dimaksud dengan:
- Organisasi
adalah Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau disingkat LDII sebagai
kelanjutan organisasi sosial kemasyarakatan Lembaga Karyawan Dakwah Islam
Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur.
- Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau
disingkat AD/ART adalah aturan dasar tertinggi yang mengikat pengurus
Organisasi serta anggota tetap maupun anggota tidak tetap dalam
menjalankan hak dan kewajibannya dalam Organisasi.
- Peraturan
Organisasi atau disingkat PO adalah aturan pelaksanaan Organisasi yang
merinci lebih lanjut ketentuan-ketentuan yang ada dan/atau belum diatur
dalam AD/ART Organisasi.
- Anggota
adalah pengurus Organisasi serta anggota tetap maupun tidak tetap yang
menjalankan hak dan kewajiban Organisasi sesuai Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga Organisasi.
- Pengurus
adalah anggota tetap yang terpilih dalam musyawarah tertinggi pada tiap
tingkat kepengurusan Organisasi untuk mencapai maksud dan tujuan
Organisasi.
- Majelis
adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk melaksanakan ibadah mahdhoh dan
ghoiru mahdhoh Organisasi serta dapat membuat keputusan.
- Badan
adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk melaksanakan tugas pokok
keorganisasian Organisasi serta dapat membuat keputusan.
- Kelompok
Kerja atau disingkat Pokja adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk
melaksanakan tugas khusus Organisasi.
- Kelompok
Kepakaran adalah organ yang dibentuk Pengurus untuk menjalankan tugas
khusus sesuai kepakarannya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Organisasi
Otonom adalah organisasi yang dibentuk oleh Pengurus di tingkat Pusat dan
dapat mengatur rumah tangga sendiri dalam rangka mencapai maksud dan
tujuan Organisasi.
- Pondok
Pesantren adalah pondok pesantren yang mempunyai hubungan fungsional
dengan Organisasi.
- Lembaga
Lain adalah lembaga selain Pondok Pesantren yang mempunyai hubungan
afiliasi dengan Organisasi yang dapat menjadi Peninjau dalam musyawarah
dan/atau rapat-rapat Organisasi sesuai tingkat kepengurusannya
masing-masing.
- Organisasi
Sejenis adalah organisasi atau badan hukum yang mempunyai kesamaan
kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1985, yang
sesuai dengan tujuan, upaya, dan prinsip dakwah Organisasi, yang berhak
diberikan kepadanya seluruh atau sebahagian kekayaan Organisasi jika
Organisasi ini dinyatakan bubar demi hukum.
Bagian
Kedua
Nama, Status, Waktu, dan Kedudukan
Pasal 2
Nama, Status, Waktu, dan Kedudukan
Pasal 2
- Organisasi
ini bernama Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau disingkat LDII.
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
kelanjutan Organisasi sosial kemasyarakatan Lembaga Karyawan Dakwah Islam
Indonesia yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1972 di Surabaya, Jawa Timur,
sesuai amanat ketetapan Musyawarah Besar IV Lembaga Karyawan Dakwah Islam
Indonesia yang telah diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 19 November
1990.
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia berbentuk badan hukum sebagaimana diputuskan dalam
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia serta terdaftar di Kementerian Dalam
Negeri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal
3
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia didirikan sejak tanggal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 ayat (2) dan berlaku untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Pasal
4
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Bagian
Ketiga
Asas, Maksud, dan Tujuan
Pasal 5
Asas, Maksud, dan Tujuan
Pasal 5
Lembaga Dakwah Islam
Indonesia berasaskan Pancasila.
Pasal
6
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia didirikan dengan maksud untuk menghimpun seluruh potensi
bangsa yang memiliki persamaan cita-cita, wawasan, dan tujuan, sehingga memiliki
satu visi dan persepsi dalam menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal
7
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kualitas peradaban, hidup,
harkat dan martabat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,
serta turut serta dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa dalam rangka mewujudkan masyarakat
madani yang demokratis dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila yang
diridhoi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bagian
Keempat
Sifat, Fungsi, dan Tugas
Pasal 8
Sifat, Fungsi, dan Tugas
Pasal 8
Lembaga
Dakwah Islam indonesia merupakan wahana bagi pendidikan dakwah keagamaan dan
lembaga pendidikan kemasyarakatan dalam arti luas dan terpadu, bersifat
independen, mandiri, terbuka, moderat, majemuk, dan setara (egaliter), guna
mewujudkan kebahagiaan hidup berdasarkan keselarasan, keserasian, serta
keseimbangan dunia dan akhirat.
Pasal
9
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia berfungsi sebagai wadah berhimpun bagi kaum muslimin,
muslimat, mubaligh, mubalighot, da’i dan da’iat dalam beramal sholih,
melaksanakan ibadah mahdhoh dan ghoiru mahdhoh (ibadah sosial) dalam rangka
mengabdikan segenap kemampuan untuk kemaslahatan umat, kemajuan bangsa
Indonesia khususnya, dan alam semesta pada umumnya.
Pasal
10
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia bertugas melaksanakan dakwah Islam dengan berpedoman
pada kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits dengan segenap aspek pengamalan dan
penghayatan beragama sehingga dapat memberikan hikmah dan dorongan untuk
mewujudkan tujuan Organisasi.
Bagian
Kelima
Upaya dan Prinsip Dakwah
Pasal 11
Upaya dan Prinsip Dakwah
Pasal 11
Untuk
mencapai tujuan dan fungsinya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia berupaya untuk:
- menguatkan
dan mengembangkan fungsi internal dan eksternal Organisasi, termasuk
membangun hubungan dan kerjasama dengan instansi/lembaga dalam negeri
maupun luar negeri;
- meningkatkan
sumberdaya manusia, baik berupa kualitas sumberdaya insani yang beriman,
bertaqwa, berakhlak mulia, sumberdaya pembangunan yang beretos kerja
produktif dan profesional, maupun kemampuan dalam menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berwawasan lingkungan dan berkemampuan
manajemen;
- memberdayakan
dan menggerakkan potensi sumberdaya insani yang memiliki kompetensi
informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan untuk beramal
sholih dengan aktif melakukan pengabdian masyarakat di bidang sosial
budaya, hukum, ekonomi dan politik;
- menumbuhkembangkan
kegiatan usaha dan kewirausahaan dalam rangka pengembangan ekonomi umat
sesuai tuntutan kebutuhan di sektor formal maupun informal melalui usaha
bersama, koperasi, maupun bentuk badan usaha lainnya;
- mendorong
pembangunan masyarakat madani (civil society) yang kompetitif, dengan
tetap mengembangkan dan meningkatkan sikap:
- a)
persaudaraan [ukhuwwah] sesama umat manusia, komunitas muslim, serta
bangsa dan negara;
- b)
kepekaan dan kesetiakawanan sosial;
- c)
kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam rangka
membangun dan memperkuat karakter bangsa; dan
- d)
berperan aktif sebagai katalisator dalam dinamika peradaban masyarakat
dengan mempertimbangkan kaidah-kaidah agama; serta
- 6.
meningkatkan advokasi, penyadaran, dan pemberdayaan masyarakat tentang
pentingnya supremasi hukum, Kewajiban Asasi manusia (KAM), Hak Asasi
Manusia (HAM), dan Tanggung Jawab Asasi Manusia (TAM), serta
penanggulangan terhadap ancaman kepentingan publik dan perusakan
lingkungan.
Pasal
12
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia dalam melaksanakan dakwahnya memiliki
prinsip-prinsip dakwah untuk mencapai tujuan organisasi.
- Prinsip-prinsip
Dakwah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam naskah
tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Anggaran Dasar
ini.
BAB
II
KEANGGOTAAN
Pasal 13
KEANGGOTAAN
Pasal 13
Kedaulatan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia berada di tangan Anggota dan dilaksanakan
menurut ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal
14
- Setiap
Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki hak dan kewajiban serta
kedudukan yang sama.
- Keanggotaan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia bersifat sukarela dan tidak mengikat, serta
terbuka untuk setiap Warga Negara Indonesia yang:
a).
beragama Islam, beriman dan bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan
yang Maha Esa;
b). setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
c). menyatakan diri dengan sukarela menjadi Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
d). menerima, menyetujui dan sanggup taat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia, seluruh keputusan musyawarah dan rapat-rapat, serta Peraturan Organisasi; dan
e). bersedia mengikuti segala kegiatan sesuai dengan program kerja Organisasi.
b). setia kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;
c). menyatakan diri dengan sukarela menjadi Anggota Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
d). menerima, menyetujui dan sanggup taat terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia, seluruh keputusan musyawarah dan rapat-rapat, serta Peraturan Organisasi; dan
e). bersedia mengikuti segala kegiatan sesuai dengan program kerja Organisasi.
- 3.
Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan Lembaga Dakwah Islam
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
BAB
III
KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu
Tingkat Kepengurusan
Pasal 15
KEPENGURUSAN
Bagian Kesatu
Tingkat Kepengurusan
Pasal 15
Lembaga
Dakwah Islam Indonesia memiliki tingkat kepengurusan sebagai berikut:
a. Kepengurusan di
tingkat Nasional, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Pusat atau disingkat DPP;
b. Kepengurusan di tingkat Provinsi, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Wilayah atau disingkat DPW;
c. Kepengurusan di tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah atau disingkat DPD;
d. Kepengurusan di tingkat Kecamatan, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang atau disingkat PC; dan
e. Kepengurusan di tingkat Desa/Kelurahan, selanjutnya disebut Pimpinan Anak Cabang atau disingkat PAC.
b. Kepengurusan di tingkat Provinsi, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Wilayah atau disingkat DPW;
c. Kepengurusan di tingkat Kabupaten/Kota, selanjutnya disebut Dewan Pimpinan Daerah atau disingkat DPD;
d. Kepengurusan di tingkat Kecamatan, selanjutnya disebut Pimpinan Cabang atau disingkat PC; dan
e. Kepengurusan di tingkat Desa/Kelurahan, selanjutnya disebut Pimpinan Anak Cabang atau disingkat PAC.
Pasal
16
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia dapat membentuk perwakilan di luar negeri.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai perwakilan Lembaga Dakwah Islam Indonesia di luar
negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Bagian
Kedua
Wewenang dan Kewajiban Pengurus
Paragraf 1
Dewan Pimpinan Pusat
Pasal 17
Wewenang dan Kewajiban Pengurus
Paragraf 1
Dewan Pimpinan Pusat
Pasal 17
Dewan
Pimpinan Pusat adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat
kolektif di tingkat Nasional.
Pasal
18
Dewan
Pimpinan Pusat berwenang:
- menentukan
kebijakan Organisasi di tingkat Nasional sesuai ketentuan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional
Luar Biasa, keputusan Rapat Pimpinan Nasional dan Peraturan Organisasi;
- mengesahkan
komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Wilayah;
- menyelesaikan
perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah;
- memberikan
penghargaan dan/atau sanksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah tangga; dan
- membentuk
organisasi otonom sesuai kebutuhan.
Pasal
19
Dewan Pimpinan Pusat
berkewajiban:
- melaksanakan
seluruh kebijakan Organisasi sesuai ketentuan Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat di tingkat
Nasional, dan Peraturan Organisasi; dan
- memberikan
pertanggungjawaban kepada Musyawarah Nasional/Musyawarah Nasional Luar
Biasa.
Paragraf
2
Dewan Pimpinan Wilayah
Pasal 20
Dewan Pimpinan Wilayah
Pasal 20
Dewan
Pimpinan Wilayah adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat
kolektif di tingkat Provinsi.
Pasal
21
Dewan
Pimpinan Wilayah berwenang:
- menentukan
kebijakan Organisasi di tingkat Provinsi sesuai ketentuan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat baik
tingkat Nasional maupun tingkat Provinsi, dan Peraturan Organisasi;
- mengusulkan
hasil ketetapan Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar Biasa tentang
komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Wilayah untuk mendapatkan
persetujuan Dewan Pimpinan Pusat;
- mengesahkan
komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah; dan
- menyelesaikan
perselisihan kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah;
Pasal
22
Dewan Pimpinan Wilayah
berkewajiban:
- melaksanakan
seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Provinsi sesuai ketentuan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat
tingkat Nasional maupun tingkat Wilayah, dan Peraturan Organisasi;
- mengesahkan
hasil ketetapan Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar Biasa tentang
komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Wilayah sesuai persetujuan Dewan
Pimpinan Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b;
- melaksanakan
tugas-tugas lain yang ditetapkan Dewan Pimpinan Pusat; dan
- memberikan
pertanggungjawaban kepada Musyawarah Wilayah/Musyawarah Wilayah Luar
Biasa.
Paragraf
3
Dewan Pimpinan Daerah
Pasal 23
Dewan Pimpinan Daerah
Pasal 23
Dewan
Pimpinan Daerah adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat
kolektif di tingkat Kabupaten/Kota.
Pasal
24
Dewan Pimpinan Daerah
berwenang:
- menentukan
kebijakan Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota sesuai ketentuan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat
baik tingkat Nasional, Wilayah maupun Daerah, dan Peraturan Organisasi;
- mengusulkan
hasil ketetapan Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa tentang
komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah untuk mendapatkan
persetujuan Dewan Pimpinan Wilayah;
- mengesahkan
komposisi dan personalia Pimpinan Cabang; dan
- menyelesaikan
perselisihan kepengurusan Pimpinan Cabang;
Pasal
25
Dewan
Pimpinan Daerah berkewajiban:
- melaksanakan
seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Kabupaten/Kota sesuai ketentuan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan
Rapat tingkat Nasional, Wilayah maupun Daerah dan Peraturan Organisasi;
- mengesahkan
hasil ketetapan Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa tentang
komposisi dan personalia Dewan Pimpinan Daerah sesuai persetujuan Dewan
Pimpinan Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b;
- melaksanakan
tugas-tugas lain yang ditetapkan Dewan Pimpinan Wilayah; dan
- memberikan
pertanggungjawaban kepada Musyawarah Daerah/Musyawarah Daerah Luar Biasa.
Paragraf
4
Pimpinan Cabang
Pasal 26
Pimpinan Cabang
Pasal 26
Pimpinan
Cabang adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang bersifat kolektif di
tingkat Kecamatan.
Pasal
27
Pimpinan Cabang
berwenang:
- menentukan
kebijakan Organisasi di tingkat Kecamatan sesuai ketentuan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat baik
tingkat Pusat, Wilayah, Daerah maupun Kecamatan dan Peraturan Organisasi;
- mengusulkan
hasil ketetapan Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa tentang
komposisi dan personalia Pimpinan Cabang untuk mendapatkan persetujuan
Dewan Pimpinan Daerah;
- mengesahkan
komposisi dan personalia Pimpinan Anak Cabang; dan
- menyelesaikan
perselisihan kepengurusan Pimpinan Anak Cabang;
Pasal
28
Pimpinan Cabang
berkewajiban:
- melaksanakan
seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Kecamatan sesuai ketentuan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan
Rapat tingkat Nasional, Wilayah, Daerah maupun Kecamatan dan Peraturan
Organisasi;
- mengesahkan
hasil ketetapan Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa tentang
komposisi dan personalia Pimpinan Cabang sesuai persetujuan Dewan Pimpinan
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b;
- melaksanakan
tugas-tugas lain yang ditetapkan Dewan Pimpinan Daerah; dan
- memberikan
pertanggungjawaban kepada Musyawarah Cabang/Musyawarah Cabang Luar Biasa.
Paragraf
5
Pimpinan Anak Cabang
Pasal 29
Pimpinan Anak Cabang
Pasal 29
Pimpinan
Anak Cabang adalah badan pelaksana tertinggi Organisasi yang
bersifat kolektif di tingkat Desa/Kelurahan.
Pasal
30
Pimpinan Anak Cabang
berwenang:
- menentukan
kebijakan Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan sesuai ketentuan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan Rapat
baik tingkat Pusat, Wilayah, Daerah, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan, dan
Peraturan Organisasi; dan
- mengusulkan
hasil ketetapan Musyawarah Anak Cabang/Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa
tentang komposisi dan personalia Pimpinan Anak Cabang untuk mendapatkan
persetujuan Pimpinan Cabang.
Pasal
31
Pimpinan Cabang
berkewajiban:
- melaksanakan
seluruh kebijakan Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan sesuai ketentuan
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan-keputusan Musyawarah dan
Rapat tingkat Nasional, Wilayah, Daerah, Kecamatan maupun Desa/Kelurahan,
dan Peraturan Organisasi;
- mengesahkan
hasil ketetapan Musyawarah Anak Cabang/Musyawarah Anak Cabang Luar Biasa
tentang komposisi dan personalia Pimpinan Anak Cabang sesuai persetujuan
Pimpinan Cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b;
- melaksanakan
tugas-tugas lain yang ditetapkan Pimpinan Cabang; dan
- memberikan
pertanggungjawaban kepada Musyawarah Anak Cabang/Musyawarah Anak Cabang
Luar Biasa.
Paragraf
6
Dewan Penasihat
Pasal 32
Dewan Penasihat
Pasal 32
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia memiliki Dewan Penasihat yang dibentuk sesuai
tingkatan masing-masing, kecuali untuk tingkat Pimpinan Cabang dan
Pimpinan Anak Cabang dapat dibentuk sesuai kebutuhan;
- Dewan
Penasihat berfungsi memberi saran, nasihat, dan pertimbangan atas
kebijakan Organisasi yang bersifat strategis yang akan ditetapkan oleh
Pengurus sesuai tingkatan masing-masing;
- Saran,
nasihat, dan pertimbangan yang disampaikan Dewan Penasihat sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperhatikan sungguhsungguh oleh
oleh Pengurus sesuai tingkatan masing-masing;
- Ketua Dewan
Penasihat ditetapkan oleh Formatur Musyawarah Nasional, Musyawarah
Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Anak Cabang
sesuai tingkatan masing-masing;
- Ketentuan
sebagaimana diatur pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak berlaku
dalam hal Lembaga Dakwah Islam Indonesia sebagai badan hukum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3) di mana Dewan Penasihat menjalankan fungsi
sebagai Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Badan
Hukum; dan
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai Dewan Penasihat diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
Paragraf
7
Majelis, Badan, dan Kelompok Kerja
Pasal 33
Majelis, Badan, dan Kelompok Kerja
Pasal 33
- Pengurus
sesuai tingkatannya dapat membentuk Majelis, Badan, Kelompok Kerja,
dan/atau Kelompok Kepakaran untuk melaksanakan tugas-tugas Organisasi
dalam bidang tertentu;
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai Majelis, Badan, Kelompok Kerja, dan Kelompok
Kepakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Paragraf
8
Organisasi Otonom
Pasal 34
Organisasi Otonom
Pasal 34
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia dapat membentuk Organisasi Otonom sebagai pelaksana
kebijakan Organisasi yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan strategis
dalam rangka memperkuat pelaksanaan program dan kegiatan Organisasi.
- Pembentukan
Organisasi Otonom diusulkan oleh Dewan Pimpinan Pusat dan ditetapkan dalam
Rapat Pimpinan Nasional.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai Organisasi Otonom diatur dalam Anggaran Rumah
Tangga.
Paragraf
9
Kerjasama Hubungan Antar Lembaga
Pasal 35
Kerjasama Hubungan Antar Lembaga
Pasal 35
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia dapat menjalin kerjasama hubungan antar lembaga
dengan instansi pemerintah dan/atau nonpemerintah maupun lembaga
independen dan/atau swasta dalam rangka memperoleh manfaat bagi kedua
belah pihak, sepanjang diperkenankan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
- Kerjasama
hubungan antar lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
posisi sederajat dan mandiri, salah satu pihak tidak dapat mencampuri
urusan internal organisasi pihak lainnya.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai kerjasama hubungan antar lembaga diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
BAB
IV
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Bagian Kesatu
Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional
Pasal 36
MUSYAWARAH DAN RAPAT
Bagian Kesatu
Musyawarah dan Rapat Tingkat Nasional
Pasal 36
(1)
Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Nasional terdiri dari:
- a.
Musyawarah Nasional;
- b.
Musyawarah Nasional Luar Biasa;
- c. Rapat
Pimpinan Nasional;
- d. Rapat
Kerja Nasional;
- e. Rapat
Koordinasi Nasional; dan
- f.
Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan.
(2)
Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi yang
diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan kewenangan:
- a.
menetapkan dan/atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
- b.
menetapkan Program Umum/Rencana Strategi Organisasi;
- c. memilih
dan menetapkan Ketua Umum;
- d.
menetapkan Formatur Musyawarah Nasional untuk menyusun Pengurus Harian
Dewan Pimpinan Pusat dan menetapkan Dewan Penasihat tingkat Pusat;
- e. menilai
pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Pusat; dan
- f.
menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(3)
Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional yang diselenggarakan
dalam keadaan luar biasa oleh Dewan Pimpinan Pusat atas atas permintaan
dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan
Wilayah, karena alasan-alasan sebagai berikut:
- a. Dewan
Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
- b. Dewan
Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Nasional;
dan/atau
- c. Organisasi
dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa
lainnya.
(4)
Dalam hal Dewan Pimpinan Pusat tidak mampu menyelenggarakan Musyawarah Nasional
Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka Musyawarah nasional Luar
Biasa diselenggarakan oleh suatu Presidium yang dibentuk oleh
sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan Wilayah.
(5) Musyawarah Nasional Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional.
(6) Dewan Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.
(7) Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Nasional dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat sesuai kebutuhan.
(8) Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(9) Rapat Koordinasi Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program Organisasi, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
(5) Musyawarah Nasional Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan Musyawarah Nasional.
(6) Dewan Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.
(7) Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Nasional dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat sesuai kebutuhan.
(8) Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(9) Rapat Koordinasi Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program Organisasi, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
Bagian
Kedua
Musyawarah dan Rapat Tingkat Wilayah
Pasal 37
Musyawarah dan Rapat Tingkat Wilayah
Pasal 37
(1)
Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Wilayah terdiri dari:
- a.
Musyawarah Wilayah;
- b.
Musyawarah Wilayah Luar Biasa;
- c. Rapat
Pimpinan Wilayah;
- d. Rapat
Kerja Wilayah;
- e. Rapat
Koordinasi Wilayah; dan
- f.
Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan.
(2)
Musyawarah Wilayah adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat
Provinsi yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan
kewenangan:
- a.
menetapkan Program Kerja Wilayah;
- b. memilih
dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah;
- c.
menetapkan Formatur Musyawarah Wilayah dan menetapkan Dewan Penasihat
tingkat Wilayah;
- d. menilai
pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Wilayah; dan
- e.
menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(3)
Musyawarah Wilayah Luar Biasa adalah Musyawarah Wilayah yang diselenggarakan
dalam keadaan luar biasa oleh Dewan Pimpinan Pusat atas atas permintaan
dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan
Daerah, karena alasan-alasan sebagai berikut:
- a. Dewan
Pimpinan Wilayah melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
- b. Dewan
Pimpinan Wilayah tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Wilayah;
dan/atau
- c.
Kepemimpinan Dewan Pimpinan Wilayah dalam keadaan terancam atau menghadapi
hal ihwal kegentingan yang memaksa lainnya.
(4)
Musyawarah Wilayah Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
Musyawarah Wilayah.
(5) Dewan Pimpinan Wilayah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Wilayah Luar Biasa tersebut.
(6) Rapat Pimpinan Wilayah adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Wilayah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah sesuai kebutuhan.
(7) Rapat Kerja Wilayah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Wilayah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(8) Rapat Koordinasi Wilayah adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
(5) Dewan Pimpinan Wilayah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Wilayah Luar Biasa tersebut.
(6) Rapat Pimpinan Wilayah adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Wilayah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah sesuai kebutuhan.
(7) Rapat Kerja Wilayah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Wilayah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Wilayah pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(8) Rapat Koordinasi Wilayah adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
Bagian
Ketiga
Musyawarah dan Rapat Tingkat Daerah
Pasal 38
Musyawarah dan Rapat Tingkat Daerah
Pasal 38
(1)
Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Daerah terdiri dari:
- a.
Musyawarah Daerah;
- b.
Musyawarah Daerah Luar Biasa;
- c. Rapat
Pimpinan Daerah;
- d. Rapat
Kerja Daerah;
- e. Rapat
Koordinasi Daerah; dan
- f.
Rapat-rapat lain sesuai kebutuhan.
(2)
Musyawarah Daerah adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat
Kabupaten/Kota yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan
kewenangan:
- a.
menetapkan Program Kerja Daerah;
- b. memilih
dan menetapkan Ketua Dewan Pimpinan Daerah;
- c.
menetapkan Formatur Musyawarah Daerah dan menetapkan Dewan Penasihat
tingkat Daerah;
- d. menilai
pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Daerah; dan
- e.
menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(3)
Musyawarah Daerah Luar Biasa adalah Musyawarah Daerah yang diselenggarakan
dalam keadaan luar biasa oleh Dewan Pimpinan Wilayah atas permintaan
dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) Dewan Pimpinan Cabang
dan disetujui oleh Dewan Pimpinan Pusat, karena
alasan-alasan sebagai berikut:
alasan-alasan sebagai berikut:
- a. Dewan
Pimpinan Daerah melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
- b. Dewan
Pimpinan Daerah tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah Daerah;
dan/atau
- c.
Kepemimpinan Dewan Pimpinan Daerah dalam keadaan terancam atau menghadapi
hal ihwal kegentingan yang memaksa lainnya.
(4)
Musyawarah Daerah Luar Biasa memiliki kekuasaan dan wewenang yang sama dengan
Musyawarah Daerah.
(5) Dewan Pimpinan Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa tersebut.
(6) Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Daerah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah sesuai kebutuhan.
(7) Rapat Kerja Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(8) Rapat Koordinasi Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
(5) Dewan Pimpinan Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya Musyawarah Daerah Luar Biasa tersebut.
(6) Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di bawah Musyawarah Daerah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah sesuai kebutuhan.
(7) Rapat Kerja Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah pada awal dan pertengahan periode kepengurusan.
(8) Rapat Koordinasi Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyelaraskan pelaksanaan program, baik pada bidang tertentu maupun lintas bidang, diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan.
Bagian
Keempat
Musyawarah dan Rapat Tingkat Cabang
Pasal 39
Musyawarah dan Rapat Tingkat Cabang
Pasal 39
(1)
Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Cabang terdiri dari:
- a.
Musyawarah Cabang; dan
- b. Rapat
Pimpinan Cabang.
(2)
Musyawarah Cabang adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di tingkat
Kecamatan yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima) tahun, dengan
kewenangan:
- a.
menetapkan Program Kerja Cabang;
- b. memilih
dan menetapkan Ketua Pimpinan Cabang;
- c.
menetapkan Formatur Musyawarah Cabang dan menetapkan Dewan Penasihat
tingkat Cabang; d. menilai pertanggungjawaban Pimpinan Cabang; dan
- e.
menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(3)
Rapat Pimpinan Cabang adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi setingkat di
bawah Musyawarah Cabang dan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang sesuai
kebutuhan.
(4) Rapat Pimpinan Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas.
(4) Rapat Pimpinan Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas.
Bagian
Kelima
Musyawarah dan Rapat Tingkat Anak Cabang
Pasal 40
Musyawarah dan Rapat Tingkat Anak Cabang
Pasal 40
(1)
Musyawarah dan rapat-rapat tingkat Anak Cabang terdiri dari:
- a.
Musyawarah Anak Cabang; dan
- b. Rapat
Pimpinan Anak Cabang;
(2)
Musyawarah Anak Cabang adalah pemegang kekuasaan tertinggi Organisasi di
tingkat Desa/Kelurahan yang diselenggarakan sedikitnya sekali dalam 5 (lima)
tahun, dengan kewenangan:
- a.
menetapkan Program Kerja Anak Cabang;
- b. memilih
dan menetapkan Ketua Pimpinan Anak Cabang;
- c.
menetapkan Formatur Musyawarah Anak Cabang dan menetapkan Dewan Penasihat
tingkat Anak Cabang;
- d. menilai
pertanggungjawaban Pimpinan Anak Cabang; dan
- e.
menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(3)
Rapat Pimpinan Anak Cabang adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi
setingkat di bawah Musyawarah Anak Cabang dan diselenggarakan oleh Pimpinan Anak
Cabang sesuai kebutuhan.
(4) Rapat Pimpinan Anak Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Anak Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas.
(4) Rapat Pimpinan Anak Cabang berwenang menyelesaikan masalah-masalah dan mengambil keputusan-keputusan selain yang menjadi wewenang Musyawarah Anak Cabang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di atas.
Bagian
Keenam
Kuorum dan Pengambilan Keputusan
Pasal 41
Kuorum dan Pengambilan Keputusan
Pasal 41
Musyawarah
dan rapat-rapat sebagaimana dimaksud pada Bab IV adalah sah apabila dihadiri
oleh 1/2 (setengah) dari jumlah peserta, kecuali:
- dalam hal
musyawarah mengambil keputusan tentang perubahan Anggaran Dasar, maka
Musyawarah harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah peserta yang diundang, dan keputusan harus diambil dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta yang
hadir; dan
- Dalam hal
musyawarah mengambil keputusan tentang pemilihan Pengurus,
sekurang-kurangnya disetujui oleh lebih dari 1/2 (setengah) dari jumlah
peserta yang hadir.
Pasal
42
Pengambilan
keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, dan apabila
ini tidak mungkin, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Pasal
43
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Musyawarah dan Rapat-rapat sebagaimana
dimaksud pada Bab ini diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB
V
KEKAYAAN DAN KEUANGAN
Pasal 44
KEKAYAAN DAN KEUANGAN
Pasal 44
Kekayaan dan keuangan
Organisasi dapat diperoleh dari:
- modal
pertama pada waktu Organisasi didirikan;
- sumbangan
yang sifatnya tetap atau tidak tetap dan tidak mengikat;
- sodaqoh,
wasiat, hibah dan athiyah dari orang per orang, masyarakat, lembaga baik
instansi pemerintah maupun swasta; dan
- dana-dana
yang diperoleh dari usaha lain yang sah.
BAB
VI
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 45
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 45
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia dapat dibubarkan jika tidak mempunyai kekuatan
hidup lagi atau tidak adanya kemampuan untuk melanjutkan kegiatannya.
- Keputusan
untuk membubarkan Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap sah bilamana
mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari jumlah
suara peserta dalam Musyawarah Nasional Luar Biasa yang diadakan untuk
itu.
- Jika
Lembaga Dakwah Islam Indonesia dibubarkan, maka dengan mengindahkan
ketentuan perundangan yang berlaku, Dewan Pimpinan Pusat beserta tim
likuidasi yang dibentuk berkewajiban menyelesaikan (membereskan)
hutang-piutang Lembaga Dakwah Islam Indonesia dan mengawasi serta
menyalurkan sisa kekayaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesuai dengan
tugas dan fungsi dalam Anggaran Dasar ini.
- Tim
likuidasi sebagaimana dimaksud ayat (3) ditunjuk oleh Dewan
Pimpinan Pusat bersama Dewan Penasihat.
BAB
VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 46
Peraturan
dan kelengkapan Organisasi yang ada tetap berlaku sepanjang belum diadakan
perubahan dan tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar ini.
BAB
VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
- Hal-hal
yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini
ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi.
- Anggaran
Dasar ini berlaku pada tanggal ditetapkannya.
ANGGARAN RUMAH TANGGA LEMBAGA DAKWAH
ISLAM INDONESIA (LDII)
BAB
I
KEANGGOTAAN
Bagian Kesatu
Jenis Keanggotaan
Pasal 1
KEANGGOTAAN
Bagian Kesatu
Jenis Keanggotaan
Pasal 1
(1)
Keanggotaan Lembaga Dakwah Islam Indonesia terdiri dari:
- a. Anggota
Tetap, selanjutnya disebut Anggota; dan
- b. Anggota
Tidak Tetap, selanjutnya disebut Warga.
(2)
Anggota adalah Pengurus dan/atau Pengurus yang sudah purnatugas dari
kepengurusan Organisasi yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal
14 ayat (2) Anggaran Dasar.
(3) Warga adalah anggota yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang bersedia mengikuti kegiatan dakwah keagamaan dan pendidikan kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Organisasi.
(3) Warga adalah anggota yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang bersedia mengikuti kegiatan dakwah keagamaan dan pendidikan kemasyarakatan yang diselenggarakan oleh Organisasi.
Bagian
Kedua
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 2
Hak dan Kewajiban Anggota
Pasal 2
Setiap Anggota
berkewajiban untuk:
- menghayati
dan melaksanakan prinsip-prinsip Dakwah Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
- memiliki
keterikatan baik secara formal maupun moral, menjunjung tinggi nama baik,
kehormatan, dan tujuan Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
- mematuhi
dan melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah
Islam Indonesia, keputusan Musyawarah Nasional, serta hal-hal lainnya yang
ditetapkan oleh Pengurus Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
- mengikuti
secara aktif pelaksanaan program dan kegiatan Lembaga Dakwah Islam
Indonesia; dan
- secara
sukarela memberikan shodaqoh, sumbangan dan bantuan untuk keperluan
Organisasi.
Pasal
3
Setiap Anggota berhak:
- memperoleh
perlakuan yang sama dari Organisasi;
- memperoleh
pelayanan, pendidikan dan pelatihan, perlindungan serta bimbingan dari
Organisasi;
- memperoleh
penghargaan dari Organisasi sesuai prestasinya;
- melakukan
pembelaan diri terhadap keputusan yang dikeluarkan Organisasi terhadap
dirinya.
- menghadiri
rapat anggota, mengemukakan pendapat, mengajukan pertanyaan, memberikan
usul dan saran yang bersifat membangun; dan
- memilih
dan dipilih menjadi Pengurus atau memegang jabatan lain yang dipercayakan
Organisasi kepadanya.
Pasal
4
Setiap Warga berhak:
- memperoleh
perlakuan yang sama dari Organisasi;
- Memperoleh
pelayanan, pendidikan dan pelatihan, perlindungan serta bimbingan dari
Organisasi;
- memperoleh
penghargaan dari Organisasi sesuai prestasinya; dan
- dapat
dipilih menjadi Anggota setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
Organisasi.
Bagian
Ketiga
Pemberhentian Keanggotaan
Pasal 5
Pemberhentian Keanggotaan
Pasal 5
(1)
Anggota berhenti karena:
- mengundurkan
diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
- diberhentikan;
atau
- meninggal
dunia;
(2)
Anggota dapat diberhentikan karena:
- tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Anggota;
- melanggar
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, keputusan Musyawarah Nasional dan
atau Rapat Pimpinan Nasional;
- melaksanakan
tindakan atau perbuatan yang bertentangan dengan keputusan dan atau
kebijaksanaan Pengurus Organisasi; dan/atau
- melakukan
perbuatan tercela dan/atau tindak pidana yang sudah berkekuatan hukum
tetap.
(3)
Pemberhentian Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi dan
melalui proses administrasi pemberian sanksi disiplin secara bertahap, berupa:
- teguran
lisan;
- teguran
tertulis;
- sangsi
administratif;
- berhenti
sementara sebagai Anggota; dan
- berhenti
sebagai Anggota.
(4)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku jika Anggota
diberhentikan secara langsung oleh Dewan Pimpinan Pusat setelah memperhatikan
pertimbangan Majelis Kehormatan dan Dewan Penasihat.
Bagian
Keempat
Prosedur Tetap Keanggotaan
Pasal 6
Prosedur Tetap Keanggotaan
Pasal 6
Ketentuan
lebih lanjut mengenai prosedur tetap atau tata cara menjadi anggota,
perlindungan hak, pelaksanaan kewajiban, dan sanksi disiplin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 sampai dengan Pasal 5 diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB
II
KEPENGURUSAN DAN PEMBIDANGAN
Bagian Kesatu
Kepengurusan
Pasal 7
KEPENGURUSAN DAN PEMBIDANGAN
Bagian Kesatu
Kepengurusan
Pasal 7
- Dewan
Pimpinan Pusat adalah pimpinan kolektif di tingkat Nasional yang menerima
mandat Musyawarah Nasional, sebagai pemimpin dan pemegang tanggung jawab
tertinggi, baik ke dalam maupun ke luar Organisasi.
- Susunan
Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari:
- a. Ketua
Umum;
- b.
Ketua-ketua;
- c.
Sekretaris Umum;
- d.
Wakil-wakil Sekretaris Umum;
- e.
Bendahara Umum;
- f.
Wakil-wakil Bendahara Umum;
- g.
Ketua-ketua Departemen; dan
- h.
Anggota Departemen.
Pasal
8
- Dewan
Pimpinan Wilayah adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah
Wilayah, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun
ke luar Organisasi di tingkat Provinsi.
- Dalam hal
Dewan Pimpinan Wilayah oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah
Wilayah atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Dewan
Pimpinan Wilayah ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan
Pimpinan Pusat;
- Susunan
Dewan Pimpinan Wilayah terdiri dari:
- a. Ketua;
- b.
Wakil-wakil Ketua;
- c.
Sekretaris;
- d.
Wakil-wakil sekretaris;
- e.
Bendahara;
- f.
Wakil-wakil bendahara;
- g.
Ketua-ketua Biro; dan
- h.
Anggota Biro.
Pasal
9
- Dewan
Pimpinan Daerah adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah
Daerah, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun
ke luar Organisasi di tingkat Kabupaten/kota.
- Dalam hal
Dewan Pimpinan Daerah oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah
Daerah atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Dewan
Pimpinan Daerah ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan Pimpinan
Wilayah;
- Susunan
Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari:
- a. Ketua;
- b.
Wakil-wakil Ketua;
- c.
Sekretaris;
- d.
Wakil-wakil sekretaris;
- e.
Bendahara;
- f.
Wakil-wakil bendahara; g. Ketua-ketua Bagian; dan
- h.
Anggota Bagian.
Pasal
10
- Pimpinan
Cabang adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Cabang,
sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun ke luar
Organisasi di tingkat Kecamatan.
- Dalam hal
Pimpinan Cabang oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah Cabang
atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan Pimpinan Cabang
ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan Dewan Pimpinan Daerah;
- Susunan
Pimpinan Cabang terdiri dari:
- a. Ketua;
- b.
Wakil-wakil Ketua;
- c.
Sekretaris;
- d.
Wakil-wakil sekretaris;
- e.
Bendahara;
- f.
Wakil-wakil bendahara; dan
- g.
Seksi-seksi.
Pasal
11
- Pimpinan
Anak Cabang adalah pimpinan kolektif yang menerima mandat Musyawarah Anak
Cabang, sebagai pemimpin dan pemegang tanggungjawab baik ke dalam maupun
ke luar Organisasi di tingkat Desa/Kelurahan.
- Dalam hal
Pimpinan Anak Cabang oleh karena belum dapat menyelenggarakan Musyawarah
Anak Cabang atau baru dibentuk untuk pertama kalinya, maka susunan
Pimpinan Anak Cabang ditetapkan secara langsung dengan keputusan Dewan
Pimpinan Daerah;
- Susunan
Pimpinan Anak Cabang terdiri dari:
- a. Ketua;
- b. wakil
Ketua;
- c.
Sekretaris;
- d. Wakil
sekretaris;
- e.
Bendahara;
- f. Wakil
bendahara; dan
- g.
Sub-subseksi.
Bagian
Kedua
Pembidangan
Pasal 12
Pembidangan
Pasal 12
Untuk
menguatkan dan mengembangkan fungsi internal dan eksternal Organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a Anggaran Dasar, struktur
kepengurusan Lembaga Dakwah Indonesia dibagi dalam jenjang pembidangan
hierarkis sebagai berikut:
- Departemen,
untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat;
- Biro,
untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah;
- Bagian,
untuk struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah;
- Seksi,
untuk struktur kepengurusan Pimpinan Cabang; dan
- Subseksi,
untuk struktur kepengurusan Pimpinan Anak Cabang.
Pasal
13
Struktur Kepengurusan
Dewan Pimpinan Pusat terdiri dari 11 (sebelas) Departemen, yakni:
- Departemen
Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi;
- Departemen
Pendidikan Agama dan Dakwah;
- Departemen
Pendidikan Umum dan Pelatihan;
- Departemen
Pengabdian Masyarakat;
- Departemen
Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya;
- Departemen
Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
- Departemen
Komunikasi, Informasi dan Media;
- Departemen
Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
- Departemen
Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
- Departemen
Hukum dan Hak Azasi Manusia; dan
- Departemen
Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga.
Pasal
14
(1)
Struktur Kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah terdiri dari 11 (sebelas)
Biro, yakni:
- Biro
Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi; b. Biro Pendidikan Agama dan
Dakwah;
- Biro
Pendidikan Umum dan Pelatihan;
- Biro
Pengabdian Masyarakat;
- Biro
Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya;
- Biro
Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
- Biro
Komunikasi, Informasi dan Media;
- Biro
Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
- Biro
Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
- Biro Hukum
dan Hak Azasi Manusia; dan
- Biro
Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga.
(2)
Dalam hal pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat terpenuhi,
Dewan Pimpinan Wilayah dapat menyesuaikan struktur biro sesuai kebutuhan tugas
pokok dan fungsi Organisasi di Wilayahnya.
Pasal
15
(1)
Struktur Kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah terdiri dari 11 (sebelas) Bagian,
yakni:
- Bagian
Organisasi, Keanggotaan, dan Kaderisasi;
- Bagian
Pendidikan Agama dan Dakwah;
- Bagian
Pendidikan Umum dan Pelatihan;
- Bagian
Pengabdian Masyarakat;
- Bagian
Pemuda, Kepanduan, Olahraga, dan Seni Budaya;
- Bagian
Hubungan antar Lembaga dan Hubungan Luar Negeri;
- Bagian
Komunikasi, Informasi dan Media;
- Bagian
Litbang, IPTEK, Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup;
- Bagian
Ekonomi dan Pemberdayaan Masyarakat;
- Bagian
Hukum dan Hak Azasi Manusia; dan
- Bagian
Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga.
(2)
Dalam hal pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat terpenuhi,
Dewan Pimpinan Daerah dapat menyesuaikan struktur biro sesuai kebutuhan tugas
pokok dan fungsi Organisasi di Daerahnya.
Pasal
16
Pimpinan
Cabang dapat membentuk Seksi-seksi sesuai kebutuhan di Cabangnya dengan mengacu
pada pembidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal
17
Pimpinan
Anak Cabang dapat membentuk Sub-subseksi sesuai kebutuhan di Anak Cabangnya
dengan mengacu pada pembidangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan Pasal
16.
Pasal
18
- Perwakilan
Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Anggaran Dasar adalah
Perwakilan Lembaga Dakwah Islam Indonesia atau nama lain yang berada di
luar negeri di negara yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
- Perwakilan
Luar Negeri dibentuk dan struktur kepengurusan disusun sesuai kebutuhan
dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di negara tersebut.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai Perwakilan Luar Negeri diatur oleh Dewan Pimpinan
Pusat.
Bagian
Ketiga
Syarat dan Ketentuan Pengurus
Pasal 19
Syarat dan Ketentuan Pengurus
Pasal 19
Setiap Anggota dapat
dipilih menjadi Pengurus dengan syarat sebagai berikut:
- bertaqwa
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berakhlaqul kalimah, berprestasi,
berdedikasi tinggi, dan loyal pada Organisasi;
- tidak
pernah melakukan perbuatan tercela dan atau tindak pidana yang diancam
hukuman pidana minimal 5 (lima) tahun;
- bersedia aktif
dan sanggup bekerjasama secara kolektif; dan
- terpilih
melalui Musyawarah sesuai tingkatan kepengurusan sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
Pasal
20
Setiap
Anggota yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 harus pula telah memenuhi syarat sebagai berikut:
- terbukti
telah aktif berperan serta mengabdi bagi Organisasi sedikitnya selama 5
(lima) tahun berturut-turut untuk dapat menjadi Pengurus di tingkat Dewan
Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Wilayah; atau
- terbukti
telah aktif berperan serta mengabdi bagi di Organisasi sedikitnya selama 2
(dua) tahun berturut-turut untuk dapat menjadi Pengurus di tingkat Dewan
Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Anak Cabang.
Pasal
21
Setiap
Anggota yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Pengurus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 dapat dipilih menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat dengan
syarat dan ketentuan sebagai berikut:
- pernah
menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan/atau sekurang-kurangnya pernah
menjadi Pengurus Dewan Pimpinan Wilayah selama 1 (satu) periode; dan
- memperoleh
dukungan dalam Musyawarah Nasional berupa pencalonan oleh sedikitnya 30%
(tiga puluh persen) dari jumlah suara Wilayah.
Pasal
22
(1)
Setiap Anggota yang telah memenuhi syarat untuk menjadi Pengurus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dapat dipilih menjadi Ketua Ketua Dewan Pimpinan
Wilayah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, atau Ketua
Pimpinan Anak Cabang, dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:
- telah
aktif menjadi pengurus sekurang-kurangnya selama 1 (satu) periode pada
tingkatan yang bersangkutan atau satu tingkat di bawahnya; dan
- memperoleh
dukungan dalam Musyawarah sesuai tingkatannya berupa pencalonan oleh sedikitnya
15 % (lima belas persen) dari jumlah suara Wilayah.
(2)
Syarat Pencalonan sebagaimana diatur pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk
Pimpinan Cabang dan Pimpinan Anak Cabang.
Bagian
Keempat
Jabatan Antar Waktu
Pasal 23
Jabatan Antar Waktu
Pasal 23
(1)
Kekosongan jabatan dalam suatu masa bakti kepengurusan dapat terjadi karena
Pengurus yang bersangkutan:
- meninggal
dunia;
- mengundurkan
diri; atau
- diberhentikan.
(2)
Apabila terjadi kekosongan jabatan maka jabatan tersebut diisi oleh pejabat
sementara yang disebut sebagai Pejabat Antar Waktu, diusulkan oleh Pengurus
lainnya kepada pimpinan Pengurus setingkat di atasnya dan ditetapkan dalam
rapat pleno Pengurus setingkat di atasnya itu hingga diselenggarakan Musyawarah
sesuai tingkatannya.
(3) Dalam hal penggantian jabatan antar waktu karena suatu sebab tertentu tidak dapat dilaksanakan, maka pimpinan Pengurus setingkat di atasnya dapat mengesahkan Pejabat Antar Waktu untuk melanjutkan masa jabatan Pengurus yang digantikannya.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Ketua Umum, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, atau Ketua Pimpinan Anak Cabang karena berhalangan tetap, maka ditunjuk Pelaksana Tugas untuk melaksanakan Musyawarah Luar Biasa sesuai tingkatannya.
(5) Masa jabatan Pejabat Antar Waktu adalah hingga berakhirnya masa jabatan Pengurus yang digantikannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengisian kekosongan Jabatan Antar Waktu diatur dalam Peraturan Organisasi.
(3) Dalam hal penggantian jabatan antar waktu karena suatu sebab tertentu tidak dapat dilaksanakan, maka pimpinan Pengurus setingkat di atasnya dapat mengesahkan Pejabat Antar Waktu untuk melanjutkan masa jabatan Pengurus yang digantikannya.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Ketua Umum, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah, Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Ketua Pimpinan Cabang, atau Ketua Pimpinan Anak Cabang karena berhalangan tetap, maka ditunjuk Pelaksana Tugas untuk melaksanakan Musyawarah Luar Biasa sesuai tingkatannya.
(5) Masa jabatan Pejabat Antar Waktu adalah hingga berakhirnya masa jabatan Pengurus yang digantikannya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan syarat pengisian kekosongan Jabatan Antar Waktu diatur dalam Peraturan Organisasi.
Bagian
Kelima
Mutasi Pengurus
Pasal 24
Mutasi Pengurus
Pasal 24
(1)
Dewan Pimpinan menurut tingkatannya dapat melakukan mutasi personil
kepengurusan pada masa bakti kepengurusannya untuk mengoptimalkan kinerja
Organisasi.
(2) Perubahan komposisi mutasi personil kepengurusan diusulkan oleh Ketua dan unsur sekretaris sesuai tingkatandari kepengurusan yang ada.
(3) Mutasi personil kepengurusan dilakukan dengan terlebih dahulu:
(2) Perubahan komposisi mutasi personil kepengurusan diusulkan oleh Ketua dan unsur sekretaris sesuai tingkatandari kepengurusan yang ada.
(3) Mutasi personil kepengurusan dilakukan dengan terlebih dahulu:
- menilai
optimalisasi kinerja personil dan/atau pertimbangan lain dalam rapat pleno
pada masing-masing tingkat kepengurusan; dan
- dikecualikan
dari maksud ayat (2) huruf a, mutasi dapat dilakukan secara langsung oleh
Dewan Pimpinan sesuai tingkatannya setelah memperhatikan dengan
sungguh-sungguh pertimbangan Majelis Kehormatan dan Dewan Penasihat.
(4)
Rapat Pleno yang dilakukan khusus untuk mutasi personil kepengurusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dihadiri oleh sedikitnya 1/2 (satu per
dua) dari jumlah kepengurusan dan Dewan Penasehat sesuai tingkat kepengurusan.
(5) Perubahan komposisi mutasi personil kepengurusan ditetapkan sesuai dengan tingkat kewenangan Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Anggaran Dasar.
(5) Perubahan komposisi mutasi personil kepengurusan ditetapkan sesuai dengan tingkat kewenangan Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 Anggaran Dasar.
BAB
III
DEWAN PENASIHAT
Pasal 25
DEWAN PENASIHAT
Pasal 25
(1)
Dewan Penasihat merupakan suatu badan yang bersifat kolektif, yang susunan dan
personalianya ditetapkan oleh Formatur Musyawarah sesuai tingkatan
masing-masing.
(2) Anggota Dewan Penasihat diangkat dari Pengurus yang telah purna dari struktur kepengurusan dan/atau tokoh-tokoh di lingkungan Organisasi yang dipandang mampu melaksanakan tugas dan jabatan sebagai Dewan Penasihat.
(3) Jumlah anggota Dewan Penasihat adalah sebagai berikut:
(2) Anggota Dewan Penasihat diangkat dari Pengurus yang telah purna dari struktur kepengurusan dan/atau tokoh-tokoh di lingkungan Organisasi yang dipandang mampu melaksanakan tugas dan jabatan sebagai Dewan Penasihat.
(3) Jumlah anggota Dewan Penasihat adalah sebagai berikut:
- Dewan
Penasihat tingkat Pusat, sebanyak-banyaknya berjumlah 15 (lima belas)
orang;
- Dewan
Penasihat tingkat Wilayah, sebanyak-banyaknya berjumlah 13 (tigabelas)
orang;
- Dewan
Penasihat tingkat daerah, sebanyak-banyaknya berjumlah 11 (sebelas) orang;
dan
- Dewan
Penasihat pada tingkat Cabang dan Anak Cabang disesuaikan dengan kebutuhan
Organisasi.
(4)
Dewan Penasihat berhak:
- baik
secara perorangan maupun secara kolektif memberikan pertimbangan, saran,
dan nasihat kepada Pengurus sesuai tingkatannya masing-masing, baik
diminta ataupun pun tidak; dan
- menghadiri
rapat-rapat yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan sesuai tingkatan
masing-masing;
(5)
Mekanisme dan tata kerja Dewan Penasihat ditetapkan oleh Dewan Penasihat.
BAB
IV
MAJELIS, BADAN, KELOMPOK KERJA DAN KELOMPOK KEPAKARAN
Pasal 26
MAJELIS, BADAN, KELOMPOK KERJA DAN KELOMPOK KEPAKARAN
Pasal 26
- Majelis
dan/atau Badan dapat dibentuk Pengurus pada setiap tingkatan sesuai dengan
kebutuhan, dan berfungsi untuk melaksanakan sebagian tugas pokok
Organisasi.
- Kelompok
Kerja dapat dibentuk Pengurus pada setiap tingkatan sesuai dengan
kebutuhan, dan berfungsi sebagai sarana penunjang pelaksanaan program
Organisasi.
- Kelompok
Kepakaran dapat dibentuk Pengurus pada setiap tingkatan sesuai dengan
kebutuhan dan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Komposisi
kepengurusan Majelis, Badan, Kelompok Kerja, dan Kelompok Kepakaran
ditetapkan oleh Dewan Pimpinan dengan jumlah dan personil sesuai kebutuhan
Organisasi sesuai tingkatannya.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan Majelis, Badan, Kelompok
Kerja, dan Kelompok Kepakaran diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB
V
ORGANISASI OTONOM
Pasal 27
ORGANISASI OTONOM
Pasal 27
(1)
Organisasi Otonom dapat dibentuk pada setiap tingkatan kepengurusan sesuai
dengan kebutuhan, dan berfungsi untuk menjalankan kepentingan strategis
Organisasi.
(2) Organisasi Otonom berhak:
(2) Organisasi Otonom berhak:
- menentukan
dan mengatur struktur kepengurusan menurut Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Organisasi Otonom tersebut dengan tetap berpedoman pada
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam Indonesia;
dan
- mengelola
dan melaksanakan kegiatan Organisasi Otonom tersebut sesuai bidang
dan/atau kelompok strategisnya masing-masing, dan dalam pelaksanaannya
dipertanggungjawabkan kepada Dewan Pimpinan Lembaga Dakwah Islam Indonesia
sesuai tingkatannya;
(3)
Organisasi Otonom berkewajiban:
- menyesuaikan
asas, tujuan, dan fungsinya sesuai dengan asas, tujuan, dan fungsi Lembaga
Dakwah Islam Indonesia;
- berpedoman
pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Lembaga Dakwah Islam
Indonesia; dan
- melaporkan
setiap Keputusan Musyawarah Organisasi Otonom kepada Dewan Pimpinan
Lembaga Dakwah Islam Indonesia sesuai tingkatan kepengurusannya.
(4)
Organisasi Otonom memiliki keleluasaan dalam menjalankan program kerjanya
selama tidak bertentangan dengan kebijakan-kebijakan Lembaga Dakwah Islam
Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Organisasi Otonom diatur dalam Peraturan Organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Organisasi Otonom diatur dalam Peraturan Organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
BAB
VI
KERJASAMA DAN HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA
Pasal 28
KERJASAMA DAN HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA
Pasal 28
(1)
Kerjasama dan hubungan antar lembaga dengan lembaga-lembaga negara,
lembaga-lembaga pemerintah, lembaga-lembaga nonpemerintah, lembagalembaga
independen, lembaga-lembaga pendidikan umum maupun agama, dan/atau
lembaga-lembaga swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Anggaran Dasar,
dilakukan melalui pelaksanaan program di semua tingkatan Organisasi dalam
bentuk:
- pelaksanaan
program-program kerja Organisasi;
- pelaksanaan
peningkatan kualitas sumberdaya manusia;
- pelaksanaan
rekruitmen kepemimpinan kelembagaan, termasuk lembaga legislatif, eksekutif
dan lembaga-lembaga lainnya; dan
- hal-hal
lain yang dianggap perlu.
(2)
Kerjasama dan hubungan antar lembaga dengan lembaga swasta dan/atau lembaga
negara asing hanya dapat dilakukan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama dan hubungan antar lembaga diatur dalam
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama dan hubungan antar lembaga diatur dalam
Peraturan
Organisasi.
BAB VII
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT
Bagian Kesatu
Musyawarah dan Rapat-Rapat Nasional
Pasal 29
BAB VII
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT
Bagian Kesatu
Musyawarah dan Rapat-Rapat Nasional
Pasal 29
(1)
Musyawarah Nasional atau disingkat Munas dihadiri oleh:
a.
Peserta, terdiri atas:
- Dewan
Penasihat Pusat;
- Dewan
Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah; dan
- unsur
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- unsur
Dewan Penasihat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Pusat;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, POKJA, dan/atau Organisasi Otonom tingkat
Wilayah; dan
- unsur
Pondok Pesantren dan Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan
Pusat; dan
c.
Undangan, terdiri atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2)
Jumlah peserta, peninjau, dan undangan Munas ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Pusat.
(3) Pimpinan Munas dipilih dari dan oleh Peserta.
(4) Sebelum pimpinan Munas terpilih, Dewan Pimpinan Pusat bertindak selaku pimpinan sementara Munas.
(3) Pimpinan Munas dipilih dari dan oleh Peserta.
(4) Sebelum pimpinan Munas terpilih, Dewan Pimpinan Pusat bertindak selaku pimpinan sementara Munas.
Pasal
30
Musyawarah Nasional
Luar Biasa atau disingkat Munaslub diselenggarakan dengan mengacu pada
ketentuan Pasal 29.
Pasal
31
(1)
Rapat Pimpinan Nasional atau disingkat Rapimnas dihadiri oleh:
a. Peserta, terdiri
atas:
- Dewan
Penasihat Pusat;
- Dewan
Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah; dan
- unsur
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat;
b. Peninjau, terdiri
atas:
- unsur
Dewan Penasihat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Pusat;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, POKJA, dan/atau Organisasi Otonom tingkat
Provinsi; dan
- unsur
Pondok Pesantren dan Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan
Pusat;
c. Undangan, terdiri
atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2)
Jumlah peserta, peninjau dan undangan Rapimnas ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Pusat.
Pasal
32
(1)
Rapat Kerja Nasional atau disingkat Rakernas dihadiri oleh:
a. Peserta, terdiri
atas:
- Dewan
Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah; dan
- unsur
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat;
b. Peninjau, terdiri
atas:
- Dewan
Penasihat Pusat; 2. unsur Dewan Penasihat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Pusat;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, POKJA, dan/atau Organisasi Otonom tingkat
Wilayah; dan
- unsur
Pondok Pesantren dan Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan Pimpinan
Pusat;
c. Undangan, terdiri
atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2)
Jumlah peserta, peninjau dan undangan Rakernas ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Pusat.
Pasal
33
(1)
Rapat Koordinasi Nasional atau disingkat Rakornas dihadiri oleh:
- unsur
Dewan Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat sesuai dengan bidangnya; dan
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau Pokja tingkat Pusat sesuai dengan
bidangnya;
(2)
Jumlah peserta, peninjau dan undangan Rakornas ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Pusat.
Bagian
Kedua
Musyawarah dan Rapat-Rapat Wilayah
Pasal 34
Musyawarah dan Rapat-Rapat Wilayah
Pasal 34
(1)
Musyawarah Wilayah atau disingkat Muswil dihadiri oleh:
a.
Peserta, terdiri atas:
- unsur
Dewan Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Provinsi;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- Dewan
Penasihat wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, POKJA, dan/atau Organisasi Otonom tingkat
Daerah; dan
- unsur
Pondok Pesantren dan/atau unsur Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan
Pimpinan Pusat;
c.
Undangan, terdiri atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2)
Jumlah peserta, peninjau, dan undangan Muswil ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Wilayah.
(3) Pimpinan Muswil dipilih dari dan oleh Peserta.
(4) Sebelum pimpinan Muswil terpilih, Dewan Pimpinan Wilayah bertindak selaku pimpinan sementara Muswil.
(3) Pimpinan Muswil dipilih dari dan oleh Peserta.
(4) Sebelum pimpinan Muswil terpilih, Dewan Pimpinan Wilayah bertindak selaku pimpinan sementara Muswil.
Pasal
35
Musyawarah
Wilayah Luar Biasa atau disingkat Muswilub diselenggarakan dengan mengacu pada
ketentuan Pasal 34.
Pasal
36
(1)
Rapat Pimpinan Wilayah atau disingkat Rapimwil dihadiri oleh:
a.
Peserta, terdiri atas:
- unsur
Dewan Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Provinsi;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- Dewan
Penasihat wilayah; dan
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, POKJA, dan/atau Organisasi Otonom tingkat
Daerah; dan
- Unsur
Pondok Pesantren dan/atau unsur Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan
Pimpinan Pusat;
c.
Undangan, terdiri atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2) Jumlah peserta dan
peninjau Rapimwil ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah.
Pasal
37
(1)
Rapat Kerja Wilayah atau disingkat Rakerwil dihadiri oleh:
a.
Peserta, terdiri atas:
- unsur
Dewan Pimpinan Pusat;
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- Dewan
Penasihat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Wilayah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, POKJA, dan/atau Organisasi Otonom tingkat
Daerah; dan
- Unsur
Pondok Pesantren dan/atau unsur Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan
Pimpinan Wilayah;
c.
Undangan, terdiri atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2)
Jumlah peserta dan peninjau Rakerwil ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah.
Pasal
38
(1)
Rapat Koordinasi Wilayah atau disingkat Rakorwil dihadiri oleh:
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah sesuai bidangnya; dan
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Wilayah sesuai bidangnya.
(2)
Jumlah peserta Rakorwil ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Wilayah.
Bagian
Ketiga
Musyawarah dan Rapat-Rapat Daerah
Pasal 39
Musyawarah dan Rapat-Rapat Daerah
Pasal 39
(1)
Musyawarah Daerah atau disingkat Musda dihadiri oleh:
a.
Peserta terdiri dari:
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- unsur
Pimpinan Cabang;
- unsur
Pimpinan Anak Cabang; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Kabupaten/Kota;
b.
Peninjau terdiri dari:
- Dewan
Penasihat Daerah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Daerah; dan
- Unsur
Pondok Pesantren dan/atau unsur Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan
Pimpinan Daerah;
c.
Undangan terdiri dari:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2)
Jumlah peserta, peninjau dan undangan Musda ditetapkan oleh Dewan Pimpinan
Daerah.
(3) Pimpinan Musyawarah Daerah dipilih dari dan oleh Peserta.
(4) Sebelum terpilihnya pimpinan Musda, Dewan Pimpinan Daerah bertindak selaku pimpinan sementara Musda.
(3) Pimpinan Musyawarah Daerah dipilih dari dan oleh Peserta.
(4) Sebelum terpilihnya pimpinan Musda, Dewan Pimpinan Daerah bertindak selaku pimpinan sementara Musda.
Pasal
40
Musyawarah
Daerah Luar Biasa atau disingkat Musdalub diselenggarakan dengan mengacu pada
ketentuan Pasal 39.
Pasal
41
(1) Rapat Pimpinan
Daerah atau disingkat Rapimda dihadiri oleh:
a. Peserta, terdiri
atas:
- unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- unsur
Pimpinan Cabang;
- unsur
Pimpinan Anak Cabang; dan
- unsur
Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah;
b. Peninjau, terdiri
atas:
- Dewan
Penasihat Daerah;
- unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Daerah; dan
- Unsur
Pondok Pesantren dan/atau unsur Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan
Pimpinan Daerah;
c. Undangan, terdiri
atas:
- perwakilan
institusi; dan
- perorangan.
(2) Jumlah Peserta dan
Peninjau Rapimda ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah.
Pasal
42
(1)
Rapat Kerja Daerah atau disingkat Rakerda dihadiri oleh:
a.
Peserta terdiri atas:
- 1. unsur
Dewan Pimpinan Wilayah;
- 2. unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- 3. unsur
Pimpinan Cabang;
- 4. unsur
Pimpinan Anak Cabang; dan
- 5. unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- 1. Dewan
Penasihat Daerah;
- 2. unsur
pimpinan Majelis, Badan, dan/atau POKJA tingkat Daerah; dan
- 3. Unsur
Pondok Pesantren dan/atau unsur Lembaga Lain yang ditentukan oleh Dewan
Pimpinan Daerah;
c.
Undangan, terdiri atas:
- 1.
perwakilan institusi; dan
- 2.
perorangan.
(2)
Jumlah Peserta dan Peninjau Rakerda ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah.
Pasal
43
(1)
Rapat Koordinasi Daerah atau disingkat Rakorda dihadiri oleh:
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- unsur
Pimpinan Cabang;
- unsur
Pimpinan Anak Cabang;
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah sesuai bidangnya; dan
- unsur
pimpinan Majelis, Badan dan/atau POKJA tingkat Daerah sesuai bidangnya.
(2)
Jumlah Peserta Rakorda ditetapkan oleh Dewan Pimpinan Daerah.
Bagian
Ketiga
Musyawarah dan Rapat-Rapat Cabang
Pasal 44
Musyawarah dan Rapat-Rapat Cabang
Pasal 44
(1)
Musyawarah Cabang atau disingkat Muscab dihadiri oleh:
a.
Peserta, terdiri atas:
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- Pimpinan
Cabang;
- unsur
Pimpinan Anak Cabang; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- unsur
Dewan Penasihat Pimpinan Cabang; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Anak Cabang;
(2)
Jumlah Peserta dan Peninjau Muscab ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(3)
Pimpinan Muscab dipilih dari dan oleh Peserta;
(4)
Sebelum terpilihnya pimpinan Muscab, Pimpinan Cabang bertindak selalu pimpinan
sementara Muscab;
Pasal
45
(1)
Rapat Pimpinan Cabang atau disingkat Rapimcab dihadiri oleh:
a.
Peserta, terdiri atas:
- unsur
Dewan Pimpinan Daerah;
- Pimpinan
Cabang;
- unsur
Pimpinan Anak Cabang; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang;
b.
Peninjau, terdiri atas:
- unsur
Dewan Penasihat Pimpinan Cabang; dan
- unsur
pimpinan Organisasi Otonom tingkat Anak Cabang;
(2)
Jumlah Peserta dan Peninjau Rapimcab ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
Pasal
46
Ketentuan
lebih lanjut mengenai teknis penyelenggaraan Musyawarah dan Rapatrapat
sebagaimana dimaksud dalam Bab ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB
VIII
KEKAYAAN DAN KEUANGAN
Pasal 47
KEKAYAAN DAN KEUANGAN
Pasal 47
- Sumbangan
yang tidak mengikat yang diperoleh dari bantuan dan/atau sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b Anggaran Dasar tidak
mensyaratkan sesuatu apapun kepada dan bagi Lembaga Dakwah Islam
Indonesia.
- Usaha-usaha
lain yang halal dan sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf d
Anggaran Dasar adalah usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariat
dan hukum negara.
BAB
IX
ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 48
ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 48
- Lembaga
Dakwah Islam Indonesia memiliki atribut yang meliputi panji-panji,
lambang, hymne, mars, dan seragam organisasi.
- Ketentuan
lebih lanjut mengenai atribut Organisasi diatur dalam Peraturan
Organisasi.
BAB
X
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 49
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 49
- Pembubaran
Lembaga Dakwah Islam Indonesia dapat diterima apabila diusulkan secara
tertulis kepada Dewan Pimpinan Pusat oleh 3/4 (tiga per empat) dari
seluruh jumlah Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pimpinan Daerah yang sah
di seluruh Indonesia.
- Dewan
Pimpinan Pusat sudah harus menyelenggarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa
selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya usul
pembubaran secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
- Musyawarah
Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap memenuhi
kuorum dan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per
empat) dari seluruh jumlah Dewan Pimpinan Wilayah dan Dewan Pimpinan
Daerah yang sah di seluruh Indonesia.
- Keputusan
mengenai pembubaran Lembaga Dakwah Islam Indonesia dianggap sah apabila
disetujui oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) dari jumlah Peserta
Musyawarah Nasional Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
- Apabila
Lembaga Dakwah Islam Indonesia dibubarkan, maka segala kekayaan yang
dimiliki dihibahkan kepada Organisasi Sejenis.
BAB
XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
- Hal-hal
yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini
ditetapkan dalam Peraturan Organisasi dan keputusan-keputusan Organisasi.
- Anggaran
Rumah Tangga ini berlaku pada tanggal ditetapkannya.
0 comments :
Post a Comment